Jumat, 24 Desember 2010

PELAYANAN SATU PINTU TERPADU

                                                                                    "Oleh : Rony Mohamad Rizal
Program Doktor Ilmu Sosial
Konsentrasi Kebijakan Publik
Pascasarjana Universitas Pasundan Bandung 2008"

Dalam tulisan ini penulis kemukakan ikhwal pendekatan sistem sebagai alat dalam mengoperasikan kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, suatu alat yang pada hakekatnya bukan sesuatu yang baru. Pendekatan-pendekatan terpadu tidak lain adalah pendekatan sistem, namun di dalam pelaksanaannya ada jalur-jalur penghubung yang lepas dari pemeran kebijakan. Keadaan seperti ini dapat menyebabkan penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan pada suatu komponen yang dilaksanakan tidak dapat segera diketahui dampaknya terhadap komponen-komponen yang lain.
Jadi kalau kita lihat, dapat dikatakan secara umum bahwa pemeran kebijakan pada suatu komponen memerlukan indikator-indikator dari para pemeran kebijakan yang lain dalam waktu yang relatif cepat untuk dapat melakukan perubahan-perubahan kebijakan jangka pendek kalau perlu perubahan atau kebijakan jangka panjang jika ternyata terdapat penyimpangan yang mendasar.
Seperti kita ketahui bersama bahwa penanaman modal (investasi) sangat vital bagi pertumbuhan dan percepatan pembangunan ekonomi di suatu negara. Modal tersebut dapat digunakan sebagai alat untuk memulihkan perekonomian, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi kemiskinan. Demikian juga di Indonesia. Paska kebijakan desentralisasi tahun 1999, banyak sekali pemerintah daerah yang bereksperiman dan berinovasi dengan mengembangkan berbagai pola pelayanan perijinan dan investasi. Namun demikian, terdapat banyak kendala untuk dapat menggali modal dari para penanam modal (investor). Secara umum kendala tersebut dapat diinventarisir antara lain:
  1. Regulasi Pemerintah yang kurang konsisten dan akomodatif sehingga membingunkan
  2. Pelayanan perizinan yang tidak bisa di prediksi ,lamban dan tidak transparan
  3. Belum adanya jaminan terhadap kepastian hukum terhadap kontrak-kontrak dengan investor
  4. Peranan perbankan nasional dalam menyalurkan kredit ke sektor riil belum berfungsi stabil
  5. Peran Otonomi daerah yang arahnya belum jelas dan cenderung sering gagap laksana
Dari kendala-kendala di atas, pelayanan perizinan merupakan kendala yang paling kasat mata. Studi yang pernah dilakukan Bank Dunia menunjukkan Birokrasi Indonesia sangat rumit yang dimulai dari prosedur untuk memulai penanaman modal baru, pengurusan perizinan, pertanahan, ekspor-impor, sampai dengan pengurusan pembayaran pajak. Untuk memulai suatu usaha di Indonesia membutuhkan 12 prosedur yang memakan waktu 97 hari dengan biaya 86,7% dari pendapatan per kapita penduduk Indonesia. Dibandingkan negara-negara tetangga, Thailand misalnya, hanya butuh 8 prosedur yang memakan waktu hanya 33 hari dan biaya hanya 5,8% dari pendapatan per kapita. Sedangkan Malaysia hanya membutuhkan sembilan prosedur, 30 hari dan 19,7% pendapatan per kapita untuk memulai usaha. Birokrasi dengan prosedur dan dokumen yang rumit ini pada akhirnya berakibat pada waktu yang terbuang dan biaya yang besar.
Untungnya, Pemerintah tampaknya telah melakukan langkah-langkah untuk mengatasi kendala itu dengan membuat kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu/PTSP atau One Stop Service (OSS) sebagai salah satu usaha menarik penanam modal menanamkan modalnya di Indonesia. Kajian ini dimaksudkan untuk mendapatkan bentuk kebijakan yang ideal dalam membangun Pelayanan Terpadu Satu Pintu tersebut menggunakan metode pendekatan sistem dengan: Mendeskripsikan kebijakan nasional terkait dengan pelayanan terpadu satu pintu; Mendeskripsikan kebijakan daerah terkait dengan pelayanan terpadu satu pintu; Menganalisis kondisi yang ada untuk kemudian dibuat rekomendasi berupa kebijakan dan pelaksanaan pelayanan satu pintu yang ideal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar